Assalamu'alaikum wr wb ! Numpang tanya Gan. Sebetulnya 'Illat (alasan) keharaman mengumpulkan dua istri dalam satu ranjang itu apa ya.? Mau wayuh tapi pengen satu ranjang qiqiqii. [Hasanul Zain].
JAWABAN :
Wa'alaikumussalaam. Illatnya adalah Idza' / menyakiti, kemudian jika ada yang bertanya kalau sama-sama rela berarti boleh. Tentu jawabannya tetap tidak boleh. Sama seperti menyentuh dengan lain jenis dapat membatalkan Wudlu', Illatnya adalah SYAHWAT, lalu jika kita menyentuh seorang wanita yang sudah tua renta apakah tidak membatalkan wudu' karena jelas tidak ada SYAHWAT ? Tentu jawabannya tetap BATAL. Karena Illat menurut syariat agama melihat secara umum, bukan individual, dan lagi ada istilah MAZHANNAH / kemungkinan besar terjadi Idza', menyakiti.
Para ulama' menjelaskan, melakukan hubungan intim dengan beberapa istri sekaligus hukumnya haram apabila istri yang satu melihat aurat dari istri yang lain, aurat wanita muslimah di depan wanita muslimah yang lain yaitu bagian tubuh antara pusar dan lutut. Sedangkan apabila istri yang satu tidak sampai melihat auratnya istri yang lain hukumnya makruh menurut pendapat Imam Nawawi dalam Ta'liq kitab At-Tanbih. Sedangkan menurut beberapa ulama, seperti Qadhi Abu Thayyib dan Imam Adzra'i hukumnya tetap haram. Imam Adzra'i menambahkan bahwa pemahaman yang diambil dari penjelasan Imam Syafi'i dalam Al-Umm mengarah pada hukum haram, sebab hal seperti itu dianggap sebagai mu'asyarah (cara bergaul) yang buruk dan perbuatan seperti itu menghilangkan sifat malu.
Kesimpulan :
1. Haram mengumpulkan beberapa istri dalam satu rumah, kecuali ada restu dari istri-istri yang lain.
2. Makruh (Tanzih) menjima' istri di hadapan istri yang lain, kecuali menurut kalangan ulama madzhab Maliki (haram).
3. Haram menjima' istri di hadapan istri yang lain apabila bertujuan menyakitinya dan saling melihat aurat antar satu sama lain dari beberapa istri.
4. Istri tidak wajib memenuhi permintaan atau ajakan suaminya untuk melakukan hubungan intim di hadapan istri yang lain, dan penolakannya tidak dianggap nusyuz (purik ; jawa). [Fathor Al-balumbangi, Al Murtadho].
LINK ASAL :