Assalamu'alaikum.
Maaf pak, mau tanya. Kita seringkali mendengar kata khusyu' dari para mubaligh bahwa itu merupakan perkara yang sangat penting dalam shalat.
Apakah khusyu' itu merupakan rukun dalam shalat? Apakah orang yang shalat dalam keadaan tidak khusyu' shalatnya sah?
(Dari Dul Kenyot).
Jawaban:
Wa 'alaikumus salam warahmatullah.
Memang benar pak, bahwa khusyu' adalah hal yang sangat penting dalam shalat. Shalat tanpa khusyu' ibarat jasad tanpa nyawa. Jadi, khusyu' adalah nyawanya shalat. Dan karena pentingnya khusyu' ini Allah memotivasi hambanya melalui Al Qur'an:
"Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya". (QS. Al Mukminun : 1-2).
Imam Ibnu Katsir mengumpulkan pengertian khusyu' dalam ayat tersebut dari beberapa sahabat Nabi dan para ulama dalam tafsirnya:
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas: Khusyu' adalah merasa takut dan diam di hadapan Allah. Demikian diriwayatkan dari Mujahid, Hasan, Qatadah dan Az Zuhriy. Menurut Ali bin Abi Thalib: Khusyu' adalah ketenangan hati. Demikian pula menurut Ibrahim an Nakha'i. Menurut Hasan al Bashriy: Ketenangan hati orang yang beriman ada di dalam hati mereka, mereka menundukkan pandangan dan merendahkan diri. Menurut Muhammad bin Sirin: Dulu para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendongakkan pandangan ke langit ketika shalat, maka ketika diturunkan ayat tersebut mereka menundukkan pandangan ke tempat sujud mereka.
Untuk mencapai kekhusyu'an dalam shalat bukanlah perkara mudah, butuh perjuangan dan latihan yang keras serta istiqamah (konsisten) dan berkelanjutan. Karna itulah khusyu' mempunyai nilai dan kedudukan yang tinggi dalam ibadah. Hal ini telah disampaikan pula oleh Allah dalam firmanNya:
"Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya shalat itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (QS. Al Baqarah : 45).
Imam Al Qurthubiy menjelaskan makna khusyu' pada ayat tersebut dalam tafsirnya: Khusyu' adalah suatu keadaan di dalam hati yang nampak pada anggota badan, yaitu tenang dan tawadhu' (merendahkan diri). Qatadah berkata: Khusyu' tempatnya di hati, yaitu merasa takut kepada Allah dan menundukkan padangan ketika shalat.
Hukum Khusyu' Menurut Para Ahli Fiqih
Menurut sebagian ahli fiqih dari kalangan ulama madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah bahwa khusyu' itu adalah perkara yang sangat penting dalam shalat. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian mereka mengatakan bahwa khusyu' adalah bagian dari fardhunya shalat, tapi shalat tidak batal sebab meninggalkan kekhusyu'an karena hal itu dimaafkan. Sebagian berkata bahwa khusyu' adalah fardhunya shalat yang membatalkan jika ditinggalkan. Dan sebagian lagi berkata bahwa khusyu' merupakan syarat sahnya shalat, tetapi hanya pada bagian tertentu pada shalat meskipun tidak khusyu' pada bagian yang lain. Sebagian pengikut yang berpegang pada qaul ini membatasi bagian yang wajib khusyu' dalam shalat adalah pada saat takbiratul ihram.
Nah jika difahami dari uraian diatas maka mengenai hukum khusyu' itu sendiri ada yang menghukumi wajib dan ada yang menghukumi tidak wajib. Adapun madzhab fiqih mayoritas yang dianut di negara Indonesia adalah madzhab imam Syafi'i yang menetapkan bahwa khusyu' bukanlah rukun dalam tapi kesunahan dalam shalat. Jadi, melakukan perbuatan yang dapat menghilangkan kekhusyu'an shalat hukumnya makruh dan shalat tetap dihukumi sah, meskipun berkurang dalam segi fadhilah. Sedangkan salah satu ulama tasawuf dalam madzhab ini yaitu imam Al Ghazali menyatakan bahwa khusyu' dalam shalat hukumnya wajib, namun kewajiban ini bukan bersifat mutlak tapi disesuaikan pada kemampuan pelakunya, terlebih bagi yang telah mencapai tingkat kemapanan batin dalam ibadah.
Terakhir, walaupun khusyu' bukanlah rukun shalat dan bukan kewajiban bagi yang belum mampu, namun adalah suatu keniscayaan bahwa khusyu' dapat tercapai dengan melatih diri dan menjaga ketenangan hati. Dan perlu difahami bersama bahwa wajib dan sunah adalah tuntutan agar dilaksanakan dan tentunya lebih baik daripada ditinggalkan. Wallahu a'lam.
(Dijawab oleh Al Murtadho).
Referensi:
Tafsir Ibnu Katsir juz 5 hal. 461
قال علي بن أبي طلحة، عن ابن عباس: {خاشعون}: خائفون ساكنون. وكذا روي عن مجاهد، والحسن، وقتادة، والزهري. وعن علي بن أبي طالب، رضي الله عنه: الخشوع: خشوع القلب. وكذا قال إبراهيم النخعي. وقال الحسن البصري: كان خشوعهم في قلوبهم، فغضوا بذلك أبصارهم، وخفضوا الجناح. وقال محمد بن سيرين: كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يرفعون أبصارهم إلى السماء في الصلاة، فلما نزلت هذه الآية: {قد أفلح المؤمنون. الذين هم في صلاتهم خاشعون} خفضوا أبصارهم إلى موضع سجودهم
Tafsir al Qurthubiy juz 1 hal. 374
Al Mausu'ah al Fiqhiyyah juz 19 hal. 118
Al Majmu' Syarh al Muhadzab juz 4 hal. 102
Al Hawiy al Kabir juz 2 hal. 321
Ihya Ulumuddin juz 1 hal. 159
Ihya Ulumuddin juz 1 hal. 161