Assalamualaikum.
Saya mau tanya, salah satu hal yang mewajibkan mandi adalah bersetubuh ( masuknya dzakar kedalam farji) meski tidak mengeluarkan mani.


Pertanyaan:
Seumpama suami menyetubuhi dubur istrinya dan tidak mengeluarkan mani, wajib mandi atau tidak? Dan jika diwajibkan mandi siapakah yang wajib mandi, si suami ataukah istrinya juga? Terima kasih.

 (Dari Pai Jem).


Jawaban:

Wa alaikum salam.
Perlu diketahui bahwa tidak diperbolehkan (haram) menyetubuhi perempuan pada duburnya atau ketika dia sedang haid atau nifas. Hal itu termasuk dosa besar, berdasarkan firman Allah:

وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ ْ نِسَآؤُكُمْ حَرْثُ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran (najis).” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al Baqarah: 222-223).    

Dalam ayat ini Allah menerangkan wajibnya menjauhi perempuan yang sedang haid, sampai mereka bersih dari haidnya. Hal ini menunjukkan bahwa menyetubuhi mereka yang sedang haid atau nifas adalah haram. Jika mereka telah suci dengan cara mandi, maka dibolehkan bagi suaminya untuk mendatanginya sesuai dengan cara yang telah Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan, yaitu menyetubuhinya pada kemaluan yang merupakan tempat bercocok tanam. Adapun dubur, adalah bukan tempat bercocok tanam tapi tempat membuang kotoran. Oleh karena itu, tidak boleh menyetubuhi istri pada duburnya, karena hal itu merupakan dosa besar dan maksiat yang terang-terangan dalam syariat yang suci ini. Imam Abu Dawud dan An Nasa’i meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang berkata:

مَلْعُوْنٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِيْ دُبُوْرِهَا

“Terkutuklah orang yang mendatangi perempuan pada duburnya". (HR. Abu Dawud dan An Nasai).

Imam At Tirmidzi dan An Nasai meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلاً أَوْ امْرَأَةً فِيْ الدُبُرِ

“Allah tidak akan melihat orang laki-laki yang bersetubuh dengan sesama laki-laki atau orang laki-laki yang menyetubuhi perempuan pada duburnya". (Sanad kedua hadits tersebut shahih).

Mendatangi perempuan pada duburnya adalah perbuatan liwath yang diharamkan bagi laki-laki dan perempuan, berdasarkan firman Allah yang mengisahkan tentang kaum Nabi Luth alaihis salam:

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَاسَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya kalian melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh satu orangpun sebelum kalian di alam ini". (Al Ankabut: 28).

Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin wajib menghindari hal itu dan menjauhi segala sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Para suami harus menjauhi perbuatan mungkar ini, begitu juga para istri harus menjauhinya serta tidak memberikan jalan kepada suami mereka untuk melakukan kemungkaran yang besar ini, yaitu bersetubuh ketika haid dan nifas atau bersetubuh pada dubur. Kita mohon kepada Allah  keselamatan bagi kaum muslimin dari segala sesuatu yang bertentangan dengan syariatNya yang suci ini.

Adapun jika sepasang suami istri yang terlanjur melakukan persetubuhan melalui dubur karena belum mengetahui larangan dan setelah kejadian baru mengetahui hukum tersebut maka diwajibkan mandi atas suami maupun istri. Di dalam kitab-kitab fiqih telah dijelaskan bahwa yang mewajibkan mandi adalah persetubuhan melalui farji dan dubur meski hal ini adalah larangan. Sedangkan jika suami menyetubuhi bagian tubuh istri yang lain seperti mulut, belahan dada maupun lainnya maka tidak mewajibkan mandi. Dan jika si suami mengeluarkan mani maka kewajiban mandi hanya bagi suami saja terkecuali si istri juga mengeluarkan mani maka wajib mandi bagi keduanya.
Wallahu a’lam. 

(Dijawab oleh: Farid Muzakki, Al Murtadho, Ubaid Bin Aziz Hasanan, Muh KHolili Aby Fitry dan Mazz Rofii).

Referensi:

Al Majmu' Syarh al Muhadzdzab juz 2 hal. 132


هذه المسائل كلها متفق عليها عندنا كما ذكرها المصنف ودليها ما ذكره (فرع) مسائل تتعلق بالفصل: إحداها قد ذكرنا أنه إذا أولج ذكره في قبل امرأة أو دبرها أو دبر رجل أو خنثى أو صبي أو في قبل بهيمة أو دبرها وجب الغسل بلا خلاف وسواء كان المولج فيه حيا أو ميتا أو مجنونا أو مكرها مباحا كالزوجة أو محرما ويجب على المولج والمولج فيه المكلفين وعلى الناسي والمكره وأما الصبى إذا أولج في امرأة أو دبر رجل أو أولج رجل في دبره فيجب الغسل على المرأة والرجل وكذا إذا استدخلت امرأة ذكر صبي فعليها الغسل ويصير الصبي في كل هذه الصور جنبا وكذا الصبية   

Al Mausu’ah al Fiqhiyyah juz  17 hal. 239


من موجبات الغسل إيلاج الحشفة أو قدرها في قبل أو دبر على الفاعل والمفعول به؛ لقوله صلى الله عليه وسلم: إذا التقى الختانان وتوارت الحشفة وجب الغسل. فإذا كان الإيلاج بغير حائل وجب الغسل اتفاقا. أنزل أو لم ينزل    

Al Bayan fi Madzhab al Imam Asy Syafi’i juz 1 hal. 235


وإن أولج ذكره في دبر بهيمة أو فرجها، أو فرج امرأة ميتة أو في دبرها وجب عليه الغسل وقال أبو حنيفة: (لا يجب) دليلنا: أنه يقع عليه اسم الفرج، فوجب الغسل بتغييب الحشفة فيه، كفرج المرأة الحية

Al Umm juz 1 hal. 37


ولو نال من امرأته ما دون أن يغيبه في فرجها ولم ينزل لم يوجب ذلك غسلا ولا نوجب الغسل إلا أن يغيبه في الفرج نفسه أو الدبر فأما الفم أو غير ذلك من جسدها فلا يوجب غسلا إذا لم ينزل

Kifayatul Akhyar juz 1 hal. 40  

 فصل والذي يوجب الغسل ستة أشياء : تشترك فيها الرجال والنساء : هي التقاء الختانين وإنزال المني والموت. الغسل بفتح الغين وضمها قاله النووي في التحرير وقال الجوهري : هو بالفتح اسم للفعل وبالضم اسم للدلك والله أعلم وأما الوضوء بفتح الواو فاسم للماء وبضمها اسم للفعل على الأكثر إذا عرفت هذا فللغسل أسباب منها التقاء الختانين ويعبر عنه أيضا بالجماع وهو عبارة عن تغييب الحشفة أو قدرها في أي فرج كان سواء غيب في قبل امرأة أو بهيمة أو دبرهما أو دبر رجل صغير أو كبير حي أو ميت
 
Top