Soal: Assalamu'alaikum, mau tanya, setahu saya satu kali tayammum hanya diperbolehkan untuk satu kali sholat fardu. Pertanyaan saya, kalau posisi kita sedang menjadi musafir dan kita ingin menjama' sholat, bagaimana tayammum kita? Apa cukup tayammun sekali atau harus dua kali?
(Pertanyaan dari: Nailul Muna)
Jawab: Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama' mengenai hukum menjama' sholat dengan hanya mengerjakan sekali tayammum;
1. Menurut pendapat mayoritas ulama' madzhab syafi'i sholat jama' tidak bisa dikerjakan dengan hanya satu tayammum. Dalilnya adalah firman Allah;
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu," (QS. Al-maaidah:6).
Ayat diatas memberikan pemahaman bahwa setiap kali seseorang hendak mengerjakan sholat ia diwajibkan bersuci, baik dengan cara wudhu atau dengan tayammum, tapi karena ada hadits yang menjelaskan bahwa kewajiban wudhu setiap kali akan sholat hanya berlaku jika seseorang sedang berhadats maka kewajiban bersuci setiap kali akan sholat hanya berlaku untuk tayammum saja baik sudah berhadats atau belum, dan tidak lagi berlaku untuk wudhu.
Ketentuan ini juga dikuatkan dengan atsar dari Ibnu Umar, radhiyallahu 'anhu yang menjelaskan tentang ketentuan bagi orang yang bertayammum, beliau berkata;
"Ia harus mengerjakan tayammum saat untuk setiap sholat, meskipun belum berhadats." (Sunan baihaqi, no. 1054).
Satu kali tayammum tidak bisa digunakan untuk mengerjakan dua sholat dikarenakan tayammum adalah cara untuk bersuci sebagai pengganti wudlu, sehingga karena ia statusnya hanya pengganti, kekuatannya tidaklah sama dengan wudlu. Wudlu sekali bisa untuk mengerjakan beberapa shalat fardhu, sedangkan tayammum hanya bias untuk sekali shalat fardhu.
Dari situ dapat dipahami bahwa praktek sholat yang dijama’, baik itu jama’ taqdim atau jama’ ta’khir, tidaklah cukup dengan hanya satu kali tayammuman, namun harusmengerjakan dua kali tayammum. Karena sholat yang dijama’ meskipun dilakukan dalam satu waktu sholat tetaplah dihukumi dua sholat fardhu Sehingga tidak cukup dengan menggunakan satu kali tayammuman.
Pendapat diatas juga merupakan pendapat Ali bin Abu Tholib, Ibnu Abbas, Ibnu Umar,Asy-Sya'bi, An-nakho'i, Qotadah, Robi'ah, Yahya Al-Anshori, Ishaq, Imam Al-Laits, Imam Malik, dan Imam Ahmad.
2. Menurut pendapat Imam Al-Muzani, salah seorang ulama' dari kalangan madzhab syafi'i, satu kali tayammum dapat digunakan untuk mengerjakan beberapa sholat jama'. Pendapat beliau ini sama dengan pendapatnya madzhab hanafi, imam Dawud Adh-Dhohiri dan pendapat yang masyhur dalam madzhab hanbali.
Ulama'-ulama' yang berpendapat demikian mendasarkan pendapat mereka pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam;
“Tanah yang suci adalah wudhunya muslim, meskipun tidak menjumpai air sepuluh tahun”. (Sunan Abu Daud, no. 332 dan sunan Turmudzi, no. 124).
Ketentuan hukum bahwa sekali tayammum bisa dipakai untuk mengerjakan sholat fardhu lebih dari satu kali ini juga didasarkan pada qiyas (penyamaan hukum) antara tayammum dan wudhu, kebolehan mengerjakan beberapa sholat sunat dengan satu kali tayammum dan menyaman dengan ketentuan yang berlaku dalam masalah mengusap sepatu (mashul khuf). Selain itu mereka beralasan bahwa hadats yang hanya terjadi sekali tidak mewajibkan bersuci dua kali, karena itu selama orang yang bertayammum belum berhadats maka ia tidak diwajibkan tayammum lagi untuk mengerjakan sholat.
Kesimpulannya, menurut pendapat mayoritas ulama' madzhab syafi'i dan ulama'-ulama' yang sependapat, sholat jama' harus dikerjakan dengan 2 kali tayammum, sedangkan menurut Imam Muzani dan ulama'-ulama' yang sependapat dengan beliau, sholat jama' cukup dikerjakan dengan satu kali tayammum. wallahu a'lam.
(Dijawab oleh: Kudung Khantil Harsandi Muhammad,Ubaid bin Aziz Hasanan dan Siroj Munir)
Referensi:
1. Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, juz 2 hal.293-294
(Pertanyaan dari: Nailul Muna)
Jawab: Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama' mengenai hukum menjama' sholat dengan hanya mengerjakan sekali tayammum;
1. Menurut pendapat mayoritas ulama' madzhab syafi'i sholat jama' tidak bisa dikerjakan dengan hanya satu tayammum. Dalilnya adalah firman Allah;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُعَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu," (QS. Al-maaidah:6).
Ayat diatas memberikan pemahaman bahwa setiap kali seseorang hendak mengerjakan sholat ia diwajibkan bersuci, baik dengan cara wudhu atau dengan tayammum, tapi karena ada hadits yang menjelaskan bahwa kewajiban wudhu setiap kali akan sholat hanya berlaku jika seseorang sedang berhadats maka kewajiban bersuci setiap kali akan sholat hanya berlaku untuk tayammum saja baik sudah berhadats atau belum, dan tidak lagi berlaku untuk wudhu.
Ketentuan ini juga dikuatkan dengan atsar dari Ibnu Umar, radhiyallahu 'anhu yang menjelaskan tentang ketentuan bagi orang yang bertayammum, beliau berkata;
يَتَيَمَّمُ لِكُلِّ صَلَاةٍ وَإِنْ لَمْ يُحْدِثْ
"Ia harus mengerjakan tayammum saat untuk setiap sholat, meskipun belum berhadats." (Sunan baihaqi, no. 1054).
Satu kali tayammum tidak bisa digunakan untuk mengerjakan dua sholat dikarenakan tayammum adalah cara untuk bersuci sebagai pengganti wudlu, sehingga karena ia statusnya hanya pengganti, kekuatannya tidaklah sama dengan wudlu. Wudlu sekali bisa untuk mengerjakan beberapa shalat fardhu, sedangkan tayammum hanya bias untuk sekali shalat fardhu.
Dari situ dapat dipahami bahwa praktek sholat yang dijama’, baik itu jama’ taqdim atau jama’ ta’khir, tidaklah cukup dengan hanya satu kali tayammuman, namun harusmengerjakan dua kali tayammum. Karena sholat yang dijama’ meskipun dilakukan dalam satu waktu sholat tetaplah dihukumi dua sholat fardhu Sehingga tidak cukup dengan menggunakan satu kali tayammuman.
Pendapat diatas juga merupakan pendapat Ali bin Abu Tholib, Ibnu Abbas, Ibnu Umar,Asy-Sya'bi, An-nakho'i, Qotadah, Robi'ah, Yahya Al-Anshori, Ishaq, Imam Al-Laits, Imam Malik, dan Imam Ahmad.
2. Menurut pendapat Imam Al-Muzani, salah seorang ulama' dari kalangan madzhab syafi'i, satu kali tayammum dapat digunakan untuk mengerjakan beberapa sholat jama'. Pendapat beliau ini sama dengan pendapatnya madzhab hanafi, imam Dawud Adh-Dhohiri dan pendapat yang masyhur dalam madzhab hanbali.
Ulama'-ulama' yang berpendapat demikian mendasarkan pendapat mereka pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam;
الصَّعِيدُ الطَّيِّبُ وَضُوءُ الْمُسْلِمِ، وَإِنْ لَمْ يَجِدِ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ
“Tanah yang suci adalah wudhunya muslim, meskipun tidak menjumpai air sepuluh tahun”. (Sunan Abu Daud, no. 332 dan sunan Turmudzi, no. 124).
Ketentuan hukum bahwa sekali tayammum bisa dipakai untuk mengerjakan sholat fardhu lebih dari satu kali ini juga didasarkan pada qiyas (penyamaan hukum) antara tayammum dan wudhu, kebolehan mengerjakan beberapa sholat sunat dengan satu kali tayammum dan menyaman dengan ketentuan yang berlaku dalam masalah mengusap sepatu (mashul khuf). Selain itu mereka beralasan bahwa hadats yang hanya terjadi sekali tidak mewajibkan bersuci dua kali, karena itu selama orang yang bertayammum belum berhadats maka ia tidak diwajibkan tayammum lagi untuk mengerjakan sholat.
Kesimpulannya, menurut pendapat mayoritas ulama' madzhab syafi'i dan ulama'-ulama' yang sependapat, sholat jama' harus dikerjakan dengan 2 kali tayammum, sedangkan menurut Imam Muzani dan ulama'-ulama' yang sependapat dengan beliau, sholat jama' cukup dikerjakan dengan satu kali tayammum. wallahu a'lam.
(Dijawab oleh: Kudung Khantil Harsandi Muhammad,Ubaid bin Aziz Hasanan dan Siroj Munir)
Referensi:
1. Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, juz 2 hal.293-294
: قال المصنف رحمه الله
ولا يجوز أن يصلى بتيمم واحد أكثر من فريضة وقال المزني يجوز وهذا خطأ لِمَا رُوِيَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أنه قال من السنة ألا يصلى بالتيمم الاصلاة واحدة ثم يتيمم للصلات الاخرى وهذا يقتضى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ولانها طهارة ضرورة فلا يصلى بها فريضتين من فرائض الاعيان كطهارة المستحاضة
* [الشَّرْحُ] مَذْهَبُنَا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ الْجَمْعُ بَيْنَ فَرِيضَتَيْنِ بِتَيَمُّمٍ سَوَاءٌ كَانَتَا فِي وَقْتٍ أَوْ وَقْتَيْنِ قَضَاءً أَوْ أَدَاءً وَلَا بَيْنَ طَوَافَيْنِ مَفْرُوضَيْنِ وَلَا طَوَافٍ وَصَلَاةٍ مَفْرُوضَيْنِ وَيُتَصَوَّرُ هَذَا فِي الْجَرِيحِ وَالْمَرِيضِ وَسَوَاءٌ فِي هَذَا الصَّحِيحُ وَالْمَرِيضُ وَالصَّبِيُّ وَالْبَالِغُ وَهَذَا كُلُّهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ إلَّا وَجْهًا حَكَاهُ الرَّافِعِيُّ عَنْ حِكَايَةِ الْحَنَّاطِيِّ أَنَّهُ يَجُوزُ الْجَمْعُ بَيْنَ فَوَائِتَ بِتَيَمُّمٍ وَبَيْنَ فَائِتَةٍ وَمُؤَدَّاةٍ وَإِلَّا وَجْهًا حَكَاهُ الدَّارِمِيُّ أَنَّ للمريض جمع فريضتين بتيمم والاوجها حَكَاهُ صَاحِبُ الْبَحْرِ وَالرَّافِعِيُّ أَنَّهُ يَصِحُّ جَمْعُ الصَّبِيِّ فَرِيضَتَيْنِ بِتَيَمُّمٍ وَهَذِهِ الْأَوْجُهُ شَاذَّةٌ ضَعِيفَةٌ وَالْمَشْهُورُ مَا سَبَقَ وَلَوْ جَمَعَ مَنْذُورَتَيْنِ أَوْ مَنْذُورَاتٍ بِتَيَمُّمٍ أَوْ مَنْذُورَةً وَمَكْتُوبَةً أَوْ مَنْذُورَاتٍ قَالَ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَالْمَحَامِلِيُّ وَابْنُ الصَّبَّاغِ وَآخَرُونَ مِنْ الْعِرَاقِيِّينَ لَا يَجُوزُ قَطْعًا لِأَنَّ الْمَنْذُورَةَ وَاجِبَةٌ مُتَعَيَّنَةٌ فَأَشْبَهَتْ الْمَكْتُوبَةَ وَقَالَ الْخُرَاسَانِيُّونَ وَالْمَاوَرْدِيُّ وَالدَّارِمِيُّ مِنْ الْعِرَاقِيِّينَ فِي جَوَازِهِ وَجْهَانِ أَصَحُّهُمَا عِنْدَ الْجَمِيعِ لَا يَجُوزُ وَبَعْضُهُمْ يَقُولُ قَوْلَانِ قَالَ الْخُرَاسَانِيُّونَ هُمَا مَبْنِيَّانِ عَلَى أَنَّ النَّذْرَ يُسْلَكُ بِهِ مَسْلَكُ أَقَلِّ وَاجِبِ الشَّرْعِ أَمْ أَقَلُّ مَا يُتَقَرَّبُ بِهِ وَفِيهِ قَوْلَانِ فَإِنْ قُلْنَا بِالثَّانِي جَازَ كَالنَّافِلَةِ وَإِلَّا فَلَا كَالْمَكْتُوبَةِ وَأَمَّا رَكْعَتَا الطَّوَافِ فَإِنْ قُلْنَا بِالصَّحِيحِإنَّهُمَا سُنَّةٌ فَلَهُمَا حُكْمُ النَّوَافِلِ فَيَجُوزُ الْجَمْعُ بَيْنَهُمَا وَبَيْنَ مَكْتُوبَةٍ بِتَيَمُّمٍ وَإِنْ قُلْنَا إنَّهُمَا واجبتان لَمْ يَجُزْ الْجَمْعُ بَيْنَهُمَا وَبَيْنَ فَرِيضَةٍ أُخْرَى وَهَلْ يَجُوزُ بَيْنَهُمَا وَبَيْنَ الطَّوَافِ فِيهِ طَرِيقَانِ أَحَدُهُمَا لَا: لِأَنَّهُمَا فَرْضَانِ يَفْتَقِرُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا إلَى نِيَّةٍ وَالطَّرِيقُ الثَّانِي وَبِهِ قَطَعَ امام الحرمين والبغوى وَالرَّافِعِيُّ أَنَّهُمَا عَلَى وَجْهَيْنِ أَصَحُّهُمَا لَا يَجُوزُ وَالثَّانِي يَجُوزُ وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ سُرَيْجٍ. وَبِهِ قَطَعَ صَاحِبَا الْحَاوِي وَالتَّتِمَّةِ لِأَنَّهَا تَابِعَةٌ لِلطَّوَافِ فَهِيَ كَجُزْءٍ مِنْهُ وَهَذَا ضَعِيفٌ لِأَنَّهَا لَوْ كَانَتْ كَالْجُزْءِ لَمْ يَجُزْ الْفَصْلُ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الطَّوَافِ وَقَدْ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهُ لَوْ أَخَّرَ رَكْعَتَيْ الطَّوَافِ عَنْهُ سِنِينَ ثُمَّ صَلَّاهُمَا جَازَ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
: فرْعٌ : فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِيمَا يُبَاحُ بِالتَّيَمُّمِ الْوَاحِدِ مِنْ فَرَائِضِ الْأَعْيَانِ: مَذْهَبُنَا أَنَّهُ لَا يُبَاحُ إلَّا فَرِيضَةٌ وَاحِدَةٌ وَبِهِ قَالَ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ وَحَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ عَلِيٍّ ابن أَبِي طَالِبٍ وَابْنِ الْعَبَّاسِ وَابْنِ عُمَرَ وَالشَّعْبِيِّ والنخعي وقتادة وربيعة ويحي الانصاري ومالك والليث واحمد واسحق وَحُكِيَ عَنْ ابْنِ الْمُسَيِّبِ وَالْحَسَنِ وَالزُّهْرِيِّ وَأَبِي حنيفة ويزيد بن هرون أَنَّهُ يُصَلِّي بِهِ فَرَائِضَ مَا لَمْ يُحْدِثْ قَالَ وَرُوِيَ هَذَا أَيْضًا عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي جَعْفَرٍ وَقَالَ أَبُو ثَوْرٍ يَجُوزُ أَنْ يَجْمَعَ فَوَائِتَ بِتَيَمُّمٍ وَلَا يُصَلِّي بِهِ بَعْدَ خُرُوجِ الْوَقْتِ فَرِيضَةً أُخْرَى هَذَا مَا حَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ. وَقَالَ الْمُزَنِيّ وَدَاوُد يَجُوزُ فَرَائِضُ بِتَيَمُّمٍ وَاحِدٍ كَمَا قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَمُوَافِقُوهُ قَالَ الرُّويَانِيُّ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ الِاخْتِيَارُ وَهُوَ الْأَشْهَرُ مِنْ مَذْهَبِ أَحْمَدَ خِلَافَ مَا نَقَلَهُ عنه ابن المنذر واحتج لمن حوز فَرَائِضَ بِتَيَمُّمٍ وَاحِدٍ بِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (الصَّعِيدُ الطَّيِّبُ وَضُوءُ الْمُسْلِمِ مَا لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ) وَهُوَ حَدِيثٌ صَحِيحٌ سَبَقَ بَيَانُهُ وَبِالْقِيَاسِ عَلَى الْوُضُوءِ وَعَلَى الْجَمْعِ بَيْنَ نَوَافِلَ بِتَيَمُّمٍ وَعَلَى مَسْحِ الْخُفِّ وَلِأَنَّ الْحَدَثَ الْوَاحِدَ لَا يَجِبُ لَهُ طُهْرَانِ وَاحْتَجَّ أَصْحَابُنَا بِقَوْلِهِ تَعَالَى (إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ) إلَى قَوْله تَعَالَى (فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا فَاقْتَضَى وُجُوبَ الطَّهَارَةِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ فَدَلَّتْ السُّنَّةُ عَلَى جَوَازِ صَلَوَاتٍ بِوُضُوءٍ فَبَقِيَ التَّيَمُّمُ علي مُقْتَضَاهُ وَاحْتَجُّوا بِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ الْمَذْكُورِ فِي الْكِتَابِ وَلَكِنَّهُ ضَعِيفٌ رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ وَالْبَيْهَقِيُّ وَضَعَّفَاهُ فَإِنَّهُ مِنْ رِوَايَةِ الْحَسَنِ بْنِ عُمَارَةَ وَهُوَ ضَعِيفٌ وَاحْتَجَّ الْبَيْهَقِيُّ بِمَا رَوَاهُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ (يَتَيَمَّمُ لِكُلِّ صَلَاةٍ وَإِنْ لَمْ يُحْدِثْ) قَالَ الْبَيْهَقِيُّ إسْنَادُهُ صَحِيحٌ قَالَ وَرُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَعَمْرِو بْنِ الْعَاصِ وَلِأَنَّهُمَا مَكْتُوبَتَانِ فَلَا تُبَاحَانِ بِطَهَارَةِ ضَرُورَةٍ كَصَلَاتَيْ وَقْتَيْنِ فِي حَقِّ الْمُسْتَحَاضَةِ ولانها طهارة ضرورة فلا يباح بها الاقدر الضَّرُورَةِ وَالْجَوَابُ عَنْ احْتِجَاجِهِمْ بِالْحَدِيثِ أَنَّ مَعْنَاهُ يَسْتَبِيحُ بِالتَّيَمُّمِ صَلَاةً بَعْدَ صَلَاةٍ بِتَيَمُّمَاتٍ وَإِنْ اسْتَمَرَّ ذَلِكَ عَشْرَ سِنِينَ حَتَّى يَجِدَ الْمَاءَ هَذَا مَعْنَاهُ عِنْدَ جَمِيعِ الْعُلَمَاءِ وَعَنْ قِيَاسِهِمْ عَلَى الْوُضُوءِ أَنَّهُ طَهَارَةُ رَفَاهِيَةٍ يَرْفَعُ الْحَدَثَ وَالتَّيَمُّمُ طَهَارَةُ ضَرُورَةٍ فَقُصِرَتْ عَلَى الضَّرُورَةِ وَعَنْ النَّوَافِلِ أَنَّهَا تَكْثُرُ وَيَلْحَقُ الْمَشَقَّةُ الشَّدِيدَةُ فِي إعَادَةِ التَّيَمُّمِ لَهَا فَخُفِّفَ أَمْرُهَا لِذَلِكَ كَمَا خُفِّفَ بِتَرْكِ الْقِيَامِ فِيهَا مَعَ الْقُدْرَةِ وَبِتَرْكِ الْقِبْلَةِ فِي السَّفَرِ وَلَا مَشَقَّةَ فِي الْفَرَائِضِ وَلِهَذَا الْمَعْنَى فَرَّقَ الشَّرْعُ بَيْنَ قَضَاءِ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ فِي الْحَائِضِ وَعَنْ مَسْحِ الْخُفِّ بِأَنَّهُ طَهَارَةٌ قَوِيَّةٌ يَرْفَعُ الْحَدَثَ عَنْ مُعْظَمِ الْأَعْضَاءِ بِالِاتِّفَاقِ وَكَذَا عَنْ الرِّجْلِ عَلَى الْأَصَحِّ وَالتَّيَمُّمُ بِخِلَافِهِ وَلِأَنَّ مَسْحَ الْخُفِّ تَخْفِيفٌ وَلِهَذَا يَجُوزُ مَعَ إمْكَانِ غَسْلِ الرِّجْلِ وَالتَّيَمُّمُ ضَرُورَةٌ لَا يُبَاحُ إلَّا عِنْدَ الْعَجْزِ فَقُصِرَ عَلَى الضَّرُورَةِ وَعَنْ قَوْلِهِمْ الْحَدَثُ الْوَاحِدُ لَا يُوجِبُ طَهَارَتَيْنِ أَنَّ الطَّهَارَةَ هُنَا لَيْسَتْ لِلْحَدَثِ بَلْ لِإِبَاحَةِ الصَّلَاةِ فَالتَّيَمُّمُ الْأَوَّلُ أَبَاحَ الصَّلَاةَ الْأُولَى وَالثَّانِي الثانية والله أعلم